BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Rekam
Medik atau biasa disingkat menjadi RM adalah berkas yang berisikan catatan dan
dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan
pelayanan lain kepada pasien pada sarana pelayanan kesehatan. Permenkes
No. 269 Tahun 2008 menyebutkan bahwa RM memiliki 5 manfaat1, yaitu
sebagai dasar pemeliharaan kesehatan dan pengobatan pasien, bahan pembuktian
dalam perkara hukum, bahan untuk kepentingan penelitian, dasar pembayaran biaya
pelayanan kesehatan dan bahan untuk menyiapkan statistik kesehatan. Catatan ini berguna untuk menilai
akreditasi pelayanan kesehatan di sebuah rumah sakit atau pun di sebuah negara.
Mengingat pentingnya peran RM, maka hal ini lah yang terus memacu perkembangan
manajemen RM.
Berdasarkan
perkembangannya RM memiliki dua jenis, yaitu konvensional dan elektronik. Jenis
konvensional merupakan jenis yang masih banyak dipergunakan di setiap rumah
sakit seperti pencatatan secara langsung oleh tenaga kesehatan. Sedangkan jenis
elektronik merupakan sistem pencatatan informasi dengan menggunakan peralatan
yang modern seperti komputer atau alat elektronik lainnya.
Rekam
medik dalam bentuk kartu (konvensional) sudah jauh dari memadai. Lebih sering,
kartu rekam medik tersebut terlalu tebal, tidak terorganisasi secara rapi,
bahkan tidak terbaca; catatan kemajuan, laporan konsultan, hasil radiologi dan
catatan perawat bercampur-aduk. Dalam kasus ini kartu rekam medik justru tidak
mempermudah pelayanan. Seiring dengan perkembangan teknologi informasi dan
komunikasi (TIK) yang melanda dunia telah berpengaruh besar bagi perubahan pada
semua bidang, termasuk bidang kesehatan. Hal ini sesuai dengan program yang
dicanangkan oleh pemerintah seperti tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka
Menengah (RPJMN) 2004 – 2009 yang menjelaskan bahwa “Arah kebijakan peningkatan
kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi difokuskan pada empat bidang
prioritas, antara lain pengembangan teknologi dan informasi dan pengembangan
teknologi kesehatan dan obat-obatan.
Teknologi
informasi dan komunikasi (TIK) telah berkembang begitu pesat di berbagai
sektor, termasuk di sektor kesehatan. Salah satu pengaplikasiannya adalah rekam
medik terkomputerisasi atau rekam kesehatan elektronik. Kegiatannya mencakup
komputerisasi isi rekam kesehatan dan proses yang berhubungan dengannya.
Dalam proses penyempurnaan manajemen RM,
Rekam Medik Elektronik atau yang disingkat menjadi RME mulai diterapkan di beberapa
rumah sakit di Indonesia. Tetapi para tenaga kesehatan dan pengelola sarana
pelayanan kesehatan masih banyak yang ragu untuk menggunakannya karena belum
ada peraturan perundangan yang secara khusus mengatur penggunaanya. Sejak
dikeluarkannya Undang Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik (UU ITE) telah memberikan jawaban atas keraguan yang
ada. UU ini telah memberikan peluang untuk implementasi RME2.
Aspek kerahasiaan dan keamanan dokumen rekam medik
yang selama ini menjadi kekuatiran banyak pihak dalam penggunaan RME pun
sebenarnya telah diatur di UU RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE dalam pasal
16. Dengan kemajuan teknologi, tingkat kerahasiaan dan keamanan dokumen
elektronik terus semakin tinggi dan aman2. Kebutuhan penggunaan
rekam medik untuk penelitian, pendidikan, penghitungan statistik, dan
pembayaran biaya pelayanan kesehatan lebih mudah dilakukan dengan RME karena
isi RME dapat dengan mudah diintegrasikan dengan program/software sistem informasi RS/klinik/praktik, pengolahan data, dan
penghitungan statistik yang digunakan dalam pelayanan kesehatan, penelitian,
dan pendidikan tanpa mengabaikan aspek kerahasiaan3.
RME memang telah memiliki
dasar hukum yang kuat dengan adanya Permenkes No. 269 Tahun 2008 dan Undang Undang
Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik. Namun, masih belum ada peraturan yang mengatur secara khusus
tentang teknis pelaksanaan RME. Selain itu, aspek finansial dan kesiapan
pengguna, dalam
hal ini adalah tenaga medik, menjadi alasan utama yang menjadikan RME masih
sulit diterapkan di tiap rumah sakit. Sekilas tampak banyak sekali kelebihan
dari RME, begitu pun dengan kekurangannya.
B.
RUMUSAN
MASALAH
1. Apa saja alasan yang mengharuskan rekam
medik konvensional diubah menjadi rekam medik elektronik?
2. Bagaimana teknis dari penyelenggaraan
rekam medik elektronik?
3. Mungkinkah rekam medik elektronik
dapat diimplementasikan segera di tiap rumah sakit di Indonesia?
C. TUJUAN
Tinjauan
pustaka ini disusun dengan tujuan sebagai berikut:
1. Mengetahui pengertian dari rekam medik elektronik.
2.
Mengetahui
komponen dari rekam medik elektronik.
3.
Mengetahui
manfaat dari rekam medik elektronik.
4.
Mengetahui
tata cara penyelenggaraan rekam medik elektronik.
5.
Mengetahui
kelebihan dan kekurangan rekam medik elektronik.
6.
Mengetahui
aspek hukum dari rekam medik elektronik.
7.
Megetahui
jalannya penerapan dari rumah sakit yang telah mengimplementasikan rekam medik
elektronik.
8.
Mengetahui tantangan dan peluang dalam penggunaan sistem pencatatan
rekaman medik secara digital.
D. MANFAAT
Adapun
manfaat dari penulisan tinjauan pustaka ini antara lain:
1. Tinjauan pustaka ini dapat dijadikan
informasi dan rujukan untuk melakukan penelitian atau pemaparan tinjauan
pustaka selanjutnya.
2. Tinjauan pustaka ini diharapkan
dapat memberikan pemahaman tentang rekam medik elektronik, serta memberikan
pertimbangan bentuk rekam medik mana yang lebih baik, sehingga dapat menekan
sedemikian rupa hal-hal yang dapat menyebabkan kerugian baik bagi pasien,
maupun bagi pihak rumah sakit.
BAB
II
REKAM
MEDIK ELEKTRONIk
Penyelenggaraan Rekam Medik di rumah sakit Indonesia dimulai
Tahun 1989 sejalan dengan adanya Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.749a/Menkes/PER/XII/1989 tentang Rekam Medik, yang mana pengaturannya masih
mencakup rekam Medik berbasis kertas (konvensional). Rekam Medik konvensional
dianggap tidak tepat lagi untuk digunakan di abad 21 yang menggunakan informasi
secara intensif dan lingkungan yang berorientasi pada otomatisasi pelayanan
kesehatan dan bukan terpusat pada unit kerja semata.
A. PENGERTIAN REKAM MEDIK ELEKTRONIK
Pengertian
secara jelas mengenai Rekam Medik Elektronik atau bahkan seperti perkembangan
saat ini menjadi Rekam Kesehatan Elektronik tidak ditemukan. Rujukan yang
lengkap mengenai hal tersebut terdapat dalam berbagai publikasi
Institute of Medicine (IOM). Meskipun dari segi aplikasi, rekam pasien berbasis
komputer sudah diterapkan sejak sekitar 40 tahun yang lalu, namun konsepnya
pertama kali diungkap secara mendalam dalam salah satu publikasi IOM pada tahun 1991. Laporan tersebut berjudul The Computer-Based Patient Record: An
Essential Technology for Health Care. Saat itu istilah yang digunakan masih
rekam Medik/pasien berbasis komputer. Semenjak itu, seiring dengan perkembangan
teknologi serta penerapannya dalam pelayanan kesehatan berbagai konsep bermunculan.
Pada akhir 1990an istilah tersebut berganti menjadi Rekam Medik Elektronik dan
Rekam Kesehatan Elektronik. Pada tahun 2008, National Alliance for Health
Information Technology mengusulkan definisi standar mengenai hal tersebut
(Tabel 1). Perkembangan istilah tersebut menunjukkan bahwa Rekam Medik
Elektronik tidak hanya sekedar berubahnya kertas menjadi komputer.
Rekam
Medik Elektronik
|
Rekam
Kesehatan Elektronik
|
Rekam
Kesehatan Personal
|
Rekaman/catatan
elektronik tentang informasi terkait kesehatan (health-related information)
seseorang yang yang dibuat, dikumpulkan, dikelola, digunakan dan dirujuk oleh
dokter atau tenaga kesehatan yang berhak (authorized) di satu organisasi
pelayanan kesehatan
|
Rekaman/catatan
elektronik informasi terkait kesehatan (health-related information) seseorang
yang mengikuti standar interoperabilitas nasional dan dapat dibuat,
dikumpulkan, dikelola, digunakan dan dirujuk oleh dokter atau tenaga
kesehatan yang berhak (authorized) pada lebih dari satu organisasi pelayanan
kesehatan
|
Rekaman/catatan
elektronik informasi terkait kesehatan (health-related information) yang
mengikuti standar interoperabilitas nasional dan dapat ditarik dari berbagai
sumber namun dikelola, dibagi serta dikendalikan oleh individu.
|
Tabel
1. Pengertian dasar rekam medik elektronik, rekam kesehatan elektronik dan
rekam kesehatan personal (Sumber: National Alliance for Health Information
Technology (2008, April 28). Report to the Office of the National Coordinator
for Health Information Technology on defining key health information technology
terms. Department of Health and Human Services. Http://www.nahit.org/docs/hittermsfinalreport_051508.pdf )
Johan
Harlan menyebutkan bahwa Rekam Kesehatan Elektronik adalah rekam medik seumur
hidup (tergantung penyedia layanannya) pasien dalam format elektronik, dan bisa
diakses dengan komputer dari suatu jaringan dengan tujuan utama menyediakan
atau meningkatkan perawatan serta pelayanan kesehatan yang efisien dan terpadu.
RKE menjadi kunci utama strategi terpadu pelayanan kesehatan di berbagai rumah
sakit.
Sedangkan
menurut Shortliffe, 2001 rekam medik elektronik (rekam medik berbasis-komputer)
adalah gudang penyimpanan informasi secara elektronik mengenai status kesehatan
dan layanan kesehatan yang diperoleh pasien sepanjang hidupnya, tersimpan
sedemikian hingga dapat melayani berbagai pengguna rekam medik yang sah. Dalam rekam kesehatan elektronik juga harus mencakup
mengenai data personal, demografis, sosial, klinis dan berbagai event klinis
selama proses pelayanan dari berbagai sumber data (multi media) dan memiliki
fungsi secara aktif memberikan dukungan bagi pengambilan keputusan medik.
Dengan
menggunakan rekam kesehatan elektronik menghasilkan sistem yang secara khusus
memfasilitasi berbagai kemudahan bagi pengguna, seperti proses kelengkapan
data, pemberi tanda peringatan waspada, pendukung sistem keputusan klinik dan
penghubung data dengan pengetahuan medik serta alat bantu lainnya.
Di Indonesia rekam medik berbasis
komputer ini lazim disebut Rekam Medik Elektronik sering disingkat RME. RME merupakan kegiatan
mengkomputerisasikan isi rekam jejak kesehatan dan proses yang berhubungan
dengannya. Rekam Medik adalah “himpunan fakta tentang kehidupan seorang pasien
dan riwayat penyakitnya, termasuk keadaan sakit, pengobatan saat ini dan lampau
yang ditulis oleh para praktisi kesehatan dalam upaya mereka memberikan
pelayanan kesehatan terhadap pasien”.
RME bukanlah sistem informasi yang dapat dibeli dan di-install seperti
paket word-processing atau sistem informasi pembayaran dan
laboratorium yang secara langsung dapat dihubungkan dengan sistem informasi
lain dan alat yang sesuai dalam lingkungan tertentu. RME merupakan sistem informasi
yang memiliki framework lebih luas dan memenuhi satu set
fungsi, menurut Amatayakul Magret K dalam bukunya Electronic Health
Records: A Practical, Guide for Professionals and Organizations harus
memenuhi kriteria sebagai berikut:
1. Mengintegrasikan data dari berbagai
sumber (Integrated data from multiple source).
2. Mengumpulkan data pada titik
pelayanan (Capture data at the point of care).
3. Mendukung pemberi pelayanan dalam
pengambilan keputusan (Support caregiver decision making).
Sedangkan,
Gemala Hatta menjelaskan bahwa RME terdapat
dalam sistem yang secara khusus dirancang untuk mendukung pengguna dengan
berbagai kemudahan fasilitas untuk kelengkapan dan keakuratan data, memberi
tanda waspada, peringatan, memiliki sistem untuk mendukung keputusan klinik dan
menghubungkan data dengan pengetahuan medik serta alat bantu lainnya.
Hal- hal Yang Dapat Disimpan
Dalam Rekam Medik Elektronik:
a.
Teks (kode,
narasi, report)
b.
Gambar
(komputer grafik, gambar yang di-scan, hasil foto rontgen digital)
c.
Suara
(suara jantung, suara paru)
d.
Video
(proses operasi)
Gambar
1. Rekam MediGambar 1. Rekam Medik
Elektronik
B. KOMPONEN REKAM MEDIK ELEKTRONIK
Menurut Johan Harlan, komponen
fungsional RME, meliputi:
1. Data pasien terintegrasi
2. Dukungan keputusan klinik
3. Pemasukan perintah klinikus
4. Akses terhadap sumber pengetahuan
5. Dukungan komunikasi terpadu
Hal-hal yang perlu diperhatikan
untuk menunjang infrastruktur yang berkaitan dengan RME meliputi:
1. Sistem administrasi
2. Finansial/keuangan
3. Data klinis dari unit-unit
a. Pengintegrasian data
b. Repository (gudang data)
yang memusatkan data dari berbagai komponen lain atau cara lain untuk
mengintegrasikan data.
c. Rules Engine, yang menyediakan program logis
yang dapat dipakai untuk menunjang keputusan seperti; kewaspadaan dan
pernyataan, daftar permintaan (order set) dan protokol klinis.
Pengambilan keputusan untuk
menunjang pelayanan kesehatan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara apapun
termasuk memasukkan dan mengeluarkan data melalui: terminal komputer, komputer
pribadi, PC, Notebook, PDA, sistem pengenalan suara, tanda tangan, dll.
C. MANFAAT REKAM MEDIK ELEKTRONIK
Menurut Program Kreativitas
Mahasiswa UI 2007, manfaat teknologi informasi dalam rekam kesehatan elektronik
yang paling tinggi adalah mengurangi medical
error dan meningkatkan keamanan pasien (patient
safety). Salah satu peranan kecil teknologi informasi dalam tindakan
pencegahan medical error, yakni
dengan melakukan pengaturan rekam medik pada suatu sistem aplikasi manajemen
rekam medik. Dengan adanya sistem aplikasi manajemen rekam medik, maka medical error dalam pengambilan
keputusan oleh tenaga kesehatan dapat dikurangi karena setiap pengambilan
keputusan berdasarkan rekam medik pasien yang telah ada.
Salah satu cara meningkatkan
pelayanan kesehatan adalah dengan menggunakan teknologi informasi untuk melakukan
tindakan pencegahan medical error melalui
3 mekanisme3, antara lain:
1. Pencegahan adverse event
Salah
satu contoh pencegahan adverse event
adalah dengan penerapan sistem penunjang keputusan dimana dokter bisa diberikan
peringatan mengenai kemungkinan terjadinya hal-hal yang membahayakan
keselamatan pasien mulai dari kemungkinan alergi, kontraindikasi pengobatan,
maupun kegagalan prosedur tertentu.
2. Memberikan respon cepat setelah
terjadinya adverse event
Dengan
adanya respon cepat untuk penanggulangan adverse
event, maka hal-hal yang tidak diinginkan akan cepat dihindari. Misalkan, adanya penarikan obat karena telah
ditemukan adanya kontraindikasi yang tidak diharapkan. Maka, sistem informasi
yang telah dibangun, bisa saling berinteraksi untuk mencegah pemakaian obat
tersebut lebih lanjut.
3. Melacak dan menyediakan feedback secara cepat
Teknologi
Informasi saat ini memungkinkan komputer untuk melakukan pengolahan terhadap
data pasien dalam jumlah besar dan menghasilkan analisa secara lebih cepat dan
akurat. Dengan metode data mining
maka komputer bisa mendeteksi pola-pola tertentu dan mencurigakan dari data
klinis pasien. Teknik analisa ini relatif tidak memerlukan para tenaga
kesehatan untuk melakukan analisa, melainkan komputer sendiri yang melakukan
analisa dan memberikan hasil interpretasinya.
D. TATA CARA PENYELENGGARAAN REKAM
MEDIK ELEKTRONIK
Pemanfaatan komputer sebagai sarana pembuatan dan pengiriman
informasi medik merupakan upaya yang dapat mempercepat dan mempertajam
bergeraknya informasi medik untuk kepentingan ketepatan tindakan medik. Untuk
itu maka standar pelaksanaan pembuatan dan penyimpanan rekam medik yang selama
ini berlaku bagi berkas kertas harus pula diberlakukan pada berkas elektronik.
Umumnya komputerisasi tidak mengakibatkan rekam medik menjadi paperless, tetapi hanya menjadi less paper. Beberapa data seperti data
identitas, informed consent, hasil
konsultasi, hasil radiologi dan imaging harus tetap dalam bentuk kertas (print out).
Komputerisasi rekam medik harus menerapkan sistem yang mengurangi
kemungkinan kebocoran informasi. Setiap pemakai harus memiliki PIN dan
password, atau menggunakan sidik jari atau pola iris mata sebagai pengenal
identitasnya. Data medik juga dapat dipilah-pilah sedemikian rupa, sehingga
orang tertentu hanya bisa mengakses rekam medik sampai batas tertentu. Misalnya
seorang petugas registrasi hanya bisa mengakses identitas umum pasien, seorang
dokter hanya bisa mengakses seluruh data milik pasiennya sendiri, seorang
petugas “billing” hanya bisa mengakses informasi khusus yang berguna untuk pembuatan
tagihan, dll. Bila dokter tidak mengisi sendiri data medik tersebut, ia harus
tetap memastikan bahwa pengisian rekam medik yang dilakukan oleh petugas khusus
tersebut telah benar.
Sistem juga harus dapat mendeteksi siapa dan kapan ada orang
yang mengakses sesuatu data tertentu (footprints).
Di sisi lain, sistem harus bisa memberikan peluang pemanfaatan data medik untuk
kepentingan auditing dan penelitian. Dalam hal ini perlu diingat bahwa data
yang mengandung identitas tidak boleh diakses untuk keperluan penelitian. Salinan
data rekam medik juga hanya boleh dilakukan di kantor rekam medik sehingga bisa
dibatasi peruntukannya. Suatu formulir “perjanjian” dapat saja dibuat agar
penerima salinan berjanji untuk tidak membuka informasi ini kepada pihak-pihak
lainnya.
Pengaksesan rekam medik juga harus dibuat sedemikian rupa
sehingga orang yang tidak berwenang tidak dapat mengubah atau menghilangkan
data medik, misalnya data jenis “read-only” yang dapat diaksesnya. Bahkan orang
yang berwenang mengubah atau menambah atau menghilangkan sebagian data, harus
dapat terdeteksi “perubahannya” dan “siapa dan kapan perubahan tersebut
dilakukan”.
Proses
penyelenggaraan rekam medik elektronik adalah sebagai berikut6:
1.
Di tempat registrasi data sosial
dimasukkan dalam komputer, kemudian data sosial tersebut dikirim ke tempat
pelayanan pasien sesuai dengan tujuan pasien.
2.
Di tempat pelayanan pasien, dokter
melakukan anamnesa, pemeriksaan fisik dan hasilnya dimasukkan kedalam komputer.
Apabila dokter menganggap pasien memerlukan pemeriksaan penunjang seperti
pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan radiologi, pemeriksaan CT scan dan
lain-lain, dokter akan menuliskan permintaan tersebut dalam bentuk data data
dalam komputer kemudian akan dikirim ketempat pemeriksaan dan hasilnya oleh
petugas penunjang tersebut akan dikirim kembali kepada dokter yang meminta.
3.
Berdasarkan hasil anamnesa, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang, dokter membuat diagnosa dan memberikan terapi
sesuai dengan diagnosanya. Obat-obatan yang dibutuhkan pasien sesuai dengan
diagnosanya akan dituliskan dalam bentuk data komputer dan dikirimkan kepada
bagian farmasi/apotik. Selanjutnya petugas farmasi akan memberi obat sesuai
dengan apa yang ditulis oleh dokter dalam bentuk data komputer.
4.
Apabila dokter merencanakan tindak lanjut
untuk pasien tersebut, dokter akan memasukkan kedalam data komputer.
Pelaksanaan dan hasilnya akan dituliskan dalam bentuk komputer.
5.
Apabila pasien tidak memerlukan pelayanan
lebih lanjut, pasien diperbolehkan pulang. Sedangkan data yang telah terisi
akan tersimpan di server pusat rekam medik elekteronik rumah sakit tersebut,
dan tidak bisa dibuka oleh siapapun termasuk dokter yang merawat kecuali
apabila dibutuhkan, misalnya untuk kebutuhan pelayanan kembali kepada pasien
(pasien berobat kembali), pembuatan resume medik yang dibutuhkan oleh asuransi
(pihak ketiga yang membayar pembiayaan pasien) atas seizin pasien (secara
tertulis), dan resume medik dibuat oleh dokter yang merawat (sesuai dengan
peraturan mentri kesehatan) untuk kepentingan penelitian setelah mendapat izin
dari pimpinan sarana pelayanan kesehatan dan untuk alat bukti sah di
pengadilan.
6.
Apabila pasien membutuhkan perawatan lebih
lanjut, data rekam medik akan dikirimkan ketempat perawatan pasien.
7.
Semua hasil pemeriksaan, pengobatan selama
ditempat perawatan rawat inap akan diisikan kedalam komputer.
8.
Setelah pasien selesai dirawat inap, maka
data akan dikirim ke server
untuk disimpan.
Gambar
2. Alur RGambar 2. Alur Operasi Rekam
Medik Elektronik
Gambar 3. Alur Operasi Rekam Medik
Elektronik untuk Home Visit Patient
Gambar 4. Contoh PHR yang Memuat Data Rekam Medik
per Pasien
E.
KELEBIHAN DAN KEKURANGAN REKAM MEDIK
ELEKTRONIK
1. Kelebihan1,7,8
a.
Kepemilikan
RME tetap menjadi milik dokter atau sarana pelayanan kesehatan seperti yang tertulis
dalam pasal 47 (1) UU RI Nomor 29 Tahun 2004 bahwa dokumen rekam medik adalah
milik dokter atau sarana pelayanan kesehatan, sama seperti rekam medik
konvensional.
b.
Isi
rekam medik sesuai pasal 47 (1) UU RI Nomor 29 Tahun 2004 yang merupakan milik pasien
dapat diberikan salinannya dalam bentuk elektronik atau dicetak untuk diberikan
pada pasien.
c.
Tingkat
kerahasiaan dan
keamanan dokumen elektronik semakin tinggi dan aman. Salah satu bentuk
pengamanan yang umum adalah RME dapat dilindungi dengan sandi sehingga hanya
orang tertentu yang dapat membuka berkas asli atau salinannya yang diberikan
pada pasien, ini membuat keamanannya lebih terjamin dibandingkan dengan rekam
medik konvensional.
d.
Penyalinan
atau pencetakan RME juga dapat dibatasi, seperti yang telah dilakukan pada
berkas multimedia (lagu atau video) yang dilindungi hak cipta, sehingga hanya
orang tertentu yang telah ditentukan yang dapat menyalin atau mencetaknya.
e.
RME
memiliki tingkat keamanan lebih tinggi dalam mencegah kehilangan atau kerusakan
dokumen elektronik, karena dokumen elektronik jauh lebih mudah dilakukan ‘back-up’ dibandingkan dokumen
konvensional.
f.
RME memiliki kemampuan lebih tinggi dari hal-hal yang telah
ditentukan oleh Permenkes Nomor 269 Tahun 2008, misalnya penyimpanan rekam
medik sekurangnya 5 tahun dari tanggal pasien berobat (pasal 7), rekam medik
elektronik dapat disimpan selama puluhan tahun dalam bentuk media penyimpanan
cakram padat (CD/DVD) dengan tempat penyimpanan yang lebih ringkas dari rekam
medik konvensional yang membutuhkan banyak tempat & perawatan khusus.
g.
Kebutuhan
penggunaan rekam medik untuk penelitian, pendidikan, penghitungan statistik,
dan pembayaran biaya pelayanan kesehatan lebih mudah dilakukan dengan RME
karena isi RME dapat dengan mudah diintegrasikan dengan program atau software sistem informasi rumah sakit
atau klinik atau praktik tanpa mengabaikan aspek kerahasiaan. Hal ini tidak
mudah dilakukan dengan rekam medik konvensional.
h.
RME
memudahkan penelusuran dan pengiriman informasi dan membuat penyimpanan lebih
ringkas. Dengan demikian, data dapat ditampilkan dengan cepat
sesuai kebutuhan.
i.
RME dapat menyimpan data dengan kapasitas
yang besar, sehingga dokter dan staf medik mengetahui rekam jejak dari kondisi
pasien berupa riwayat kesehatan sebelumnya, tekanan darah, obat yang telah
diminum dan tindakan sebelumnya sehingga tindakan lanjutan dapat dilakukan
dengan tepat dan berpotensi menghindari medical error.
j.
UU ITE juga telah mengatur bahwa dokumen
elektronik (termasuk RME) sah untuk digunakan sebagai bahan pembuktian dalam
perkara hukum.
2. Kelemahan3,6
a.
Membutuhkan
investasi awal yang lebih besar daripada rekam medik kertas, untuk perangkat
keras, perangkat lunak dan biaya penunjang (seperti listrik).
b.
Waktu yang
diperlukan oleh key person dan dokter untuk mempelajari
sistem dan merancang ulang alur kerja.
c.
Konversi rekam medik
kertas ke rekam medik elektronik membutuhkan waktu, sumber daya, tekad dan kepemimpinan.
d.
Risiko kegagalan
sistem komputer.
e.
Masalah
keterbatasan kemampuan penggunaan komputer dari penggunanya.
f.
Belum adanya standar ketetapan RME dari
pemerintah.
F.
ASPEK HUKUM REKAM MEDIK ELEKTRONIK
Rekam
medik merupakan kegiatan yang diwajibkan dalam penyelenggaraaan pelayanan
kesehatan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan
yang menjadi dasar hukum pelaksanaan kegiatan rekam medik.
Dasar hukum pelaksanaan rekam medik elektronik disamping peraturan
perundang-undangan yang mengatur mengenai rekam medik, lebih khusus lagi diatur
dalam Permenkes Nomor
269 Tahun 2008 tentang Rekam Medik1
pasal 2:
1.
Rekam Medik harus
dibuat secara tertulis lengkap, dan jelas atau secara elektronik,
2.
Penyelenggaraan
rekam medik
dengan menggunakan teknologi
informasi elektronik diatur lebih lanjut dengan peraturan tersendiri.
Selama ini rekam
medik mengacu pada Pasal 46 dan Pasal 47 UU RI Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran dan Permenkes Nomor 269/Menkes/PER/III/2008 tentang Rekam Medik,
sebagai pengganti dari Permenkes
Nomor 749a/Menkes/PER/XII/1989.
Undang Undang RI Nomor 29 Tahun 2004 sebenarnya telah
diundangkan saat RME sudah banyak digunakan di luar negeri, namun belum
mengatur mengenai RME. Begitu pula Permenkes Nomor 269/Menkes/PER/III/2008 tentang Rekam
Medik belum sepenuhnya mengatur mengenai RME. Hanya pada Bab II pasal 2 ayat 1
dijelaskan bahwa “Rekam medik harus dibuat secara tertulis, lengkap dan jelas
atau secara elektronik”. Secara tersirat pada ayat tersebut memberikan ijin
kepada sarana pelayanan kesehatan membuat rekam medik secara elektronik (RME). Sehingga
sesuai dengan dasar-dasar di atas maka membuat catatan rekam medik pasien
adalah kewajiban setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan pemeriksaan
kepada pasien baik dicatat secara manual maupun secara elektronik.
Belum ada satu perundangan menyebutkan
secara spesifik istilah rekam medik elektronik atau rekam kesehatan elektronik.
Ada berbagai perundangan yang sebenarnya memberi warna atau bersentuhan dengan
keberadaan RME. Beberapa perundangan tersebut adalah9:
·
UU RI Nomor
29 Tahun 2004 Tentang Praktek Kedokteran
·
UU RI Nomor
40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
·
UU RI Nomor
23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan
·
UU RI Nomor
11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
·
UU RI Nomor
14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik
·
UU RI Nomor
36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
·
UU RI Nomor
44 Tahun 2009 Tentang Rumah sakit
·
Permenkes Nomor
511 Tahun 2002 Tentang Strategi pengembangan SIKNAS dan SIKDA
·
Kepmenkes
Nomor 844 Tahun 2006 Tentang Kodefikasi Data
·
Kepmenkes
Nomor 269 Tahun 2008 Tentang Rekam Medik
Wajar saja jika produk hukum yang mengatur
teknis pelaksanaan RME ini terbilang lambat, karena hingga saat ini belum ada
satu komite/organisasi yang khusus mengkaji secara mendalam mengenai rekam medik.
Sebenarnya, ada perhimpunan rekam medik (PORMIKI), ada pula pendidikan khusus
mengenai rekam medik. Demikian juga diskusi mengenai pentingnya RME sudah mulai
muncul. Yang belum adalah upaya bersama untuk membahas mengenai RME yang cukup
mendalam dan melibatkan berbagai ahli/profesi.
Adanya Undang Undang baru tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik pada tahun 2008 ternyata juga membantu untuk perkembangan
RME di Indonesia sendiri, selain Undang Undang ITE itu sendiri, berbagai
peraturan dan Undang Undang yang sudah dibuat sangat membantu dalam pengelolaan
RME itu sendiri, seperti dalam pasal 13 ayat (1) huruf b Permenkes Nomor 269
tahun 2008 tentang pemanfaatan rekam medik “sebagai alat bukti hukum dalam
proses penegakkan hukum, disiplin kedokteran dan kedokteran gigi dan penegakkan
etika kedokteran dan etika kedokteran gigi”. Karena rekam medik merupakan
dokumen hukum, maka keaman berkas sangatlah penting untuk menjaga
keotentikan data baik Rekam Kesehatan Konvensional maupun Rekam Medik
Elektronik (RME). Sejak dikeluarkannya Undang-undang Informasi dan Transaksi
Elektronik (UU ITE) Nomor 11 Tahun 2008 telah memberikan jawaban atas keraguan
yang ada. UU ITE telah memberikan peluang untuk implementasi RME.
RME juga merupakan alat bukti hukum yang sah.
Hal tersebut juga ditunjang dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi
Elektronik (ITE)10 dalam pasal 5 dan 6 yaitu:
Pasal 5:
1. Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil
cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah.
2. Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil
cetaknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti
yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia.
3. Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dinyatakan sah
apabila menggunakan sistem elektronik yang sesuai dengan ketentuan yang diatur
dalan Undang-Undang ini.
Pasal 6:
Dalam hal terdapat ketentuan
lain selain yang diatur dalam pasal 5 ayat (4) yang mensyaratkan bahwa suatu
informasi harus berbentuk tertulis atau asli, Informasi elektronik dan/atau
dokumen elektronik dianggab sah sepanjang informasi yang tercantum di dalamnya
dapat diakses, ditampilkan, dijamin keutuhannya, dan dapat
dipertanggungjawabkan sehingga menerangkan suatu keadaan.
Dalam Sabarguna 2008, menyebutkan
bahwasanya keamanan komputer mencakup empat aspek yaitu privacy, integrity, authentication, availability, sedangkan untuk
dunia kedokteran maka terdapat aspek lain yang harus juga diperhatikan yaitu access control dan non-repudiation4.
1. Privacy atau confidentiality
Hal utama dari aspek privacy atau confidentiality adalah bagaimana untuk menjaga informasi dari
pihak-pihak yang tidak memiliki hak untuk mengakses informasi tersebut.
Data rekam medik yang berisi
riwayat kesehatan pasien yang bersifat rahasia harus dapat dijaga
kerahasiaanya, karena infomasi tersebut merupakan milik pasien. Sedangkan
dokumennya merupakan milik dokter, dokter gigi, atau sarana pelayanan kesehatan,
seperti yang tertuang dalam pasal 47 UU RI Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik
Kedokteran.
2. Integrity
Integrity berkaitan mengenai
perubahan informasi. Seperti yang tertuang dalam Permenkes Nomor 269 Tahun 2009
pasal 5 ayat 6 “Pembetulan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) hanya dapat
dilakukan dengan cara pencoretan tanpa menghilangkan catatan yang dibetulkan
dan dibubuhi paraf dokter, dokter gigi atau tenaga kesehatan tertentu yang
bersangkutan.”
Pencoretan
tentu saja tidak bisa dilakukan dalam rekam kesehatan elektronik. Oleh karena
itu diperlukan pengamanan atau proteksi yang lebih yaitu tidak begitu saja
menghapus data yang tersimpan dalam rekam kesehatan elektronik tersebut dan
segala perubahanya dapat diketahui.
3.
Authentication
Authentication berhubungan
dengan akses terhadap informasi. Dalam rekam medik tidak semua tenaga kesehatan
dapat memasukkan data atau melakukan perubahan data. Setiap tenaga kesehatan
mempunyai kapasitanya masing-masing. Oleh karena itu perlu adanya pembatasan
akses. Setiap perubahan harus ada pertanggungjawaban. Pada pasal 47 UU RI Nomor
29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran menyebutkan bahwa “setiap catatan
rekam medik harus dibubuhi nama, waktu, dan tanda tangan petugas yang
memberikan pelayanan atau tindakan”. Dan pada pasal yang sama ayat (3)
menyebutkan “apabila dalam pencatatan rekam medik menggunakan teknologi
informasi elektronik, kewajiban membubuhi tanda tangan dapat diganti dengan
menggunakan nomor identitas pribadi (PIN).”
Pada Rekam Medik Elektronik
juga wajib diberi tanda tangan untuk pertanggungjawaban. Hal tersebut diatur
dalam pasal 11 UU ITE yaitu: Tanda tangan elektronik memiliki kekuatan hukum
akibat hukum yang sah selama memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Data pembuatan tanda tangan elektronik terkait hanya kepada
penanda tangan.
b. Data pembuatan tanda tangan elektronik pada saat proses
penandatanganan elektronik hanya berada dalam kuasa penanda tangan.
c. Segala perubahan terhadap tanda tangan elektronik yang terjadi
setelah waktu penandatanganan dapat diketahui.
d. Segala perubahan terhadap informasi elektronik yang terkait tanda
tangan elektronik tersebut setelah waktu penandatanganan dapat diketahui.
e. Terdapat cara tertentu yang dipakai untuk mengidentifikasi siapa
penandatanganannya.
f. Terdapat cara tertentu untuk menunjukkan bahwa penanda tangan
telah memberikan persetujuan terhadap informasi elektronik terkait.
4. Availability
Availability atau ketersediaan adalah
aspek yang menekan pada tersediaan informasi ketika dihubungkan oleh pihak-pihak yang
terkait. Sebagai alat komunikasi rekam medik harus selalu tersedia secara cepat dan dapat
menampilkan kembali data yang telah tersimpan sebelumnya. Untuk rekam
kesehatan ekektronik juga harus mempunyai sifat ketersediaan. Hal tersebut
diatur dalam UU ITE pasal 16 yaitu: Sepanjang tidak ditentukan lain oleh undang
undang tersendiri, setiap Penyelengaraan Sistem Elektronik wajib mengoperasikan
sisten elektronik yang memenuhi persyaratan minimum sebagai berikut :
a. Dapat menampilkan kembali Informasi elektronik dan/atau dokumen
elektronik secara utuh sesuai dengan masa retensi yang diterapkan dalam peraturan
perundang-undangan.
b. Dapat melindungi ketersediaan, keutuhan. Keoutentikan,
kerahasiaan. Dan keteraksesan informasi elektronk dalam Penyelengaraan Sistem
Elektronik tersebut.
c. Dapat beroperasi sesuai dengan prosedur atau petunjuk dalam
Penyelengaraan Sistem Elektronik tersebut.
d. Dilengkapi dangan prosedur atau petunjuk yang diumumkan dengan
bahasa, informasi, atau simbol yang dapat dipahami oleh pihak yang bersangkutan
dengan Penyelengaraan Sistem Elektronik tersebut.
e. Memiliki mekanisme yang berkelanjutan untuk menjaga kebaruan,
kejelasan, dan kebertanggungjawaban prosedur atau petunjuk.
5. Access
Control
Access control adalah aspek
yang menekankan pada cara pengaturan akses terhadap informasi. Access control dapat mengatur
siapa-siapa saja yang berhak untuk mengakses infomasi atau siapa-siapa saja
yang tidak berhak mengakses informasi.
6. Non-Repudiation
Aspek ini erat kaitannya
dengan suatu transaksi atau perubahan informasi. Aspek ini mencegah agar
seseorang tidak dapat menyangkal telah melakukan transaksi atau perubahan
terhadap suatu informasi.
G.
PENERAPAN REKAM MEDIK ELEKTRONIK
Beberapa rumah
sakit di dunia telah berhasil mengimplementasikan RME pada area penelusuran
pasien, staf medik, peralatan medik dan area aplikasi lainnya. Di Amerika
Serikat dan Eropa, alasan utama dari pengadopsian teknologi RME adalah untuk
meningkatkan daya saing bisnis dengan melakukan peningkatan keselamatan pasien
dan menurunkan medical error. Dua rumah sakit di Singapura dan
diikuti oleh lima buah rumah sakit di Taiwan juga telah mengimplementasikan RME8.
Akan tetapi,
pemicu dari penerapan RME di negara tersebut adalah untuk mereduksi gejolak
sosial di masyarakat akibat pandemi SARS pada tahun 2003. Setelah pandemi SARS
dapat dieliminasi, dalam perkembangannya, ternyata sebagian rumah sakit
tersebut mengembangkan RME untuk mendapatkan manfaat yang bersifat tangible.
Contohnya, untuk mereduksi biaya dan waktu operasi maupun yang bersifat intangible seperti
meningkatkan kualitas pelayanan medik dengan tingkat keberhasilan yang bervariasi
(mulai dari penuh sampai parsial) (Wang et al., 2005 dan Tzeng et al., 2008)8.
Contoh rumah sakit
di Indonesia yang menggunakan rekam medik berbasis komputer adalah Rumah Sakit
Dr Soetomo Surabaya, yang saat ini telah menjalankan Sistem Informasi Rumah
Sakit (SIRS) yang terintegrasi sejak memakai MIRSA pada tahun 2009. Saat
ini bisa dilihat di Rumah Sakit Dr Soetomo baik dari segi hardware, software
dan jaringan sudah tertata rapi dan terintegrasi dengan baik, semua transaksi
bisa terintegrasi menjadi satu pintu, Rekam Medik pasien bisa masuk ke dalam
sistem elektronik dengan baik karena dari semua poliklinik di IRJ RSUD Dr
Soetomo sudah memakai EMR (Electronic Medical Record).
Selain itu saat
ini sangat mudah bagi pihak rekam medik RSUD Soetomo mengeluarkan laporan yang
berkaitan dengan rekam medik pasien baik secara rekap maupun detail. Para
dokter dapat melakukan penelitian yang berkaitan dengan pasien karena data bisa
diakses dengan mudah melalui login serta password yang dimilikinya5.
Contoh lainnya adalah
Brawijaya Woman And Children Hospital, rumah sakit khusus wanita dan anak yang
bertaraf internasional berada di kawasan Jakarta Selatan. Proses yang dilakukan
dalam menerapkan rekam medik elektronik ini adalah dengan mengadopsi sistem
yang ada di salah satu rumah sakit luar negeri, awalnya rumah sakit ini dalam
pengembangan sistem informasi berbasis elektronik ini bekerjasama dengan
perusahaan Colombia-Asia, namun seiring berjalannya waktu, kerjasama itu
dibubarkan karena ada masalah dalam pengorganisasiannya5.
Dalam penerapan
rekam medik elektronik ini di Brawijaya Woman and Children Hospital sudah
dilaksanakan sesuai dengan langkah-langkah penerapan sistem informasi rumah
sakit (SIRS) mulai dari perencanaan sistem sampai pada perencanaan aplikasi yang
digunakan dalam penerapan rekam medik elektronik ini telah dilakukan. Namun,
secara otentik tentang hal tersebut tidak terdokumentasi dengan baik.
Manajemen dan
pihak terkait lainnya serta para pengguna dari sistem ini mulai dari dokter,
perawat, dan tenaga kesehatan lainnya pada saat pertama kali duduk bersama
untuk membicarakan dan mengevaluasi proses yang terkait dengan penerapan rekam medik
elektronik ini.
Pada awal-awal
penerapan rekam medik elektronik ini, masih banyak dokter, perawat, dan tenaga
kesehatan lainya yang tidak menggunakan sistem ini secara patuh. Disamping itu,
sistem elektronik ini masih sering ada gangguan pada awal-awal digunakan.
Namun seiring
berjalannya waktu, dengan terus menerus melakukan penyempurnaan pada sistem,
maka makin banyak dokter, perawat dan tenaga kesehatan lainnya yang memasukkan
data klinis ke dalam sistem komputer, sehingga tidak perlu menuliskan di file
manual. Para pengguna rekam medik elektronik ini dimulai dari semua dokter
diwajibkan untuk memasukkan data ke dalam komputer. Secara bertahap nanti hal
yang sama akan diberlakukan kepada tenaga kesehatan lainnya. Sehingga tujuan
dari rumah sakit untuk menggunakan sistem informasi berbasis elektronik dapat
tercapai.
Penerapan rekam medik
elektronik pada rumah sakit ini dilaksanakan oleh unit rekam medik dan IT
Brawijaya Woman And Children Hospital. Dilakukan penerapan rekam medik
elektronik di unit rawat jalan dan unit rekam medik ikut terlibat dalam
evaluasi tersebut, tetapi untuk penerapan rekam medik elektronik di rawat inap
belum ada.
G.
TANTANGAN DAN PELUANG DALAM PENGGUNAAN SISTEM PENCATATAN REKAMAN
MEDIK SECARA DIGITAL3
1. Tantangan Penggunaan Sistem Pencatatan Rekaman Medik Secara
Digital
Dalam berbagai kesempatan,
seringkali disebutkan bahwa tantangan utama pengembangan sistem informasi di
rumah sakit adalah aspek finansial. Hal ini dibuktikan bahwa di berbagai
negara, investasi teknologi informasi di rumah sakit rata-rata adalah 2.5% dari
total anggaran mereka. Padahal, di sektor lain, dapat mencapai tiga kali lipat.
Faktor kedua adalah aspek
legal dan security. Masih banyak pihak yang mencurigai bahwa rekam medik
elektronik tidak memiliki payung legalitas yang jelas. Hal ini juga terkait
dengan upaya untuk menjamin agar data yang tersimpan dapat melindungi aspek privacy,
confidentiality maupun keamanan informasi secara umum. Sebenarnya,
teknologi informasi memberikan harapan baru, yaitu teknologi enkripsi maupun
berbagai penanda biometrik (sidik jari maupun pemindai retina) yang justru
lebih protektif daripada tandatangan biasa.
RME sebenarnya merupakan salah satu komponen dari sistem manajemen
kesehatan. Subsistem manajemen kesehatan merupakan salah satu komponen dari
sistem kesehatan. Sistem kesehatan juga merupakan salah satu subsistem dari
sistem pemerintahan. Namun, yang menjadi persoalan adalah hingga saat ini belum
ada satu produk hukum pun yang secara teknis mengatur mengenai RME. Hal ini
sebenarnya wajar karena hingga saat ini belum ada satu komite/organisasi yang
khusus mengkaji secara mendalam mengenai RME. Sebenarnya, ada perhimpunan rekam
medik (PORMIKI), ada pula pendidikan khusus mengenai rekam medik. Demikian juga
diskusi mengenai pentingnya RME sudah mulai muncul. Yang belum adalah upaya
bersama untuk membahas mengenai RME yang cukup mendalam dan melibatkan berbagai
ahli/profesi.
Tantangan berikutnya adalah
kesiapan pengguna, dalam hal ini adalah tenaga medik. Pengalaman menunjukkan
bahwa salah satu pionir pengembangan sistem pakar (expert system) adalah dunia kedokteran. Akan tetapi, sejarah
menunjukkan bahwa aplikasi MYCIN (ditemukan pada awal 1970-an oleh Prof.
Shortliffe, seorang ahli penyakit dalam dari Stanford University) ternyata
tidak banyak diterapkan di dunia medis. Sistem tersebut, yang bertujuan
membantu dokter dalam memberikan antibiotik yang tepat sesuai dengan jenis
bakterinya, ternyata dianggap lambat, menghambat pekerjaan dokter, dan seakan
membodohi dokter. Sistem pakar tersebut dianggap lebih cocok bagi mahasiswa
kedokteran atau orang awam yang sama sekali belum pernah mendapatkan pengetahuan
mengenai bagaimana memberikan terapi kepada orang sakit.
2. Peluang dalam Penggunaan Sistem Pencatatan Rekaman Medik Secara
Digital
Beratnya tantangan di atas
tidak berarti tidak serta merta menutup peluang yang ada. Dari sisi pengguna,
sebenarnya dokter yang semakin computer literate dengan teknologi
informasi juga terus meningkat. Di Kanada, lima puluh persen dokter yang
berusia di bawah 35 tahun sudah menggunakan PDA. Mereka, sebagian besar
memanfaatkannya untuk membaca referensi obat.
Saat ini, penyedia aplikasi
sistem informasi klinik sudah semakin banyak (khususnya di luar negeri). Para
vendor tersebut juga berkompetisi untuk menunjukkan keunggulannya
masing-masing. Vendor sistem informasi rumah sakit ada yang berangkat dari
peranannya sebagai penyedia alat-alat medik (medical devices), ada
pula yang berbasis pengalaman sebagai pengembangan sistem. Sehingga, ada yang
memiliki keunggulan sebagai penyedia sistem informasi laboratorium yang
sekaligus menyediakan alat pemeriksaan laboratorium. Ada pula vendor yang
menawarkan perangkat keras radiologi digital sekaligus dengan software PACS
(picture archiving and communication systems) untuk mendukung sistem
radiologi tanpa film konvensional (filmless).
Kecenderungan pemanfaatan teknologi elektronik ini juga berimbas pada konsep paperless
yang ditandai dengan meluruhnya peran kertas (menjadi elektronik) sebagai
media perekam medik. Upaya pengembangan sistem informasi klinis ini diharapkan
dapat mendongkrak mutu pelayanan (pencegahan kesalahan peresepan obat),
produktivitas klinisi (rekam medik dapat diakses secara cepat dan
bersama-sama), serta mendorong efisiensi (menghindari permintaan pemeriksaan
laboratorium berulang dikarenakan kertas hasil pemeriksaan sebelumnya tercecer).
Bagi rumah sakit yang berbudget
terbatas, aplikasi yang bersifat open
source pun sebenarnya tersedia. Salah satu diantaranya adalah OpenVistA yang dikembangkan oleh
Departement of Veteran Affairs AS dan tersedia dengan harga US$ 25 (dua puluh
lima dolar). Akan tetapi, dibalik peluang tersebut, sebenarnya masih banyak
tantangan lain yang harus diselesaikan. Isu standar pertukaran data,
interoperabilitas (antara alat medis dengan komputer maupun perangkat
komunikasi) masih menjadi topik yang belum tuntas. Indonesia pun baru
mengadopsi standar diagnosis (ICD 10), sedangkan standar yang berkaitan aspek
teknologi informasi tersebut masih belum diadopsi. Oleh karena itu, memang
benar pendapat salah satu pakar, teknologi informasi di rumah sakit merupakan journey,
bukan destination.
BAB
III
PENUTUP
A.
SIMPULAN
Dengan perkembangan teknologi komunikasi
dan informasi penggunaan rekam medik konvensional (RMK) sudah mulai
ditinggalkan karena memiliki banyak kekurangan yang ternyata dapat
disempurnakan oleh rekam medik elektronik (RME). RME sendiri lebih unggul pada
beberapa faktor, seperti tingkat keamanan dan kerahasiannya lebih tinggi,
penggunaan yang lebih mudah dan cepat, penyimpanan yang lebih ringkas dan lebih
lama, dengan fungsi dan kekuatan hukum yang masih sama dengan RMK sesuai peraturan
yang berlaku tentang rekam medik.
Penyelenggaraan RME tidak berbeda jauh
dengan RMK. Dokter masih melakukan pencatatan tetapi media yang digunakan
berbeda. Dalam hal ini, RMK menggunakan kertas sedangkan RME menggunakan sistem
komputerisasi, dengan sistem keamanan menggunakan PIN, password, sidik jari
maupun pemindai retina.
Melihat banyaknya faktor-faktor yang
menghambat penggunaan RME seperti kesiapan pengguna, kelegalan dan keamanan
data yang masih kurang jelas, belum adanya standar ketetapan RME dari pemerintah,
sampai faktor finansial pengadaan sistem yang masih kurang menyebabkan RME
belum dapat diimplementasikan segera di tiap rumah sakit di Indonesia. Tetapi
sangat mungkin dilakukan secara bertahap, mengingat besarnya manfaat dari
penggunaan RME dibandingkan dengan RMK.
B.
SARAN
1. Pemerintah
sebaiknya segera membuat ketetapan tentang standar yang jelas mengenai teknis
dan aturan dalam penyelenggaran RME.
2. Rumah
sakit memberikan pelatihan kepada seluruh tenaga medis dan staf yang terlibat
dalam alur operasional RME.
3. Pemerintah
dan rumah sakit bekerja sama dalam menyelesaikan permasalahan finansial, yang
menjadi penghambat penerapan RME di instansi kesehatan.
4. Sosialisasi
dari pemerintah dan rumah sakit kepada masyarakat tentang penggunaan RME, demi
kepentingan pasien.
DAFTAR
PUSTAKA
1.
Indonesia, Permenkes No. 269/MENKES/PER/III/2008. Kesehatan Tentang Rekam Medis
2. http://www.bvk.co.id/artikel/berita/159-membangun-implementasi-rekam-medik-elektronik-rme-terintegrasi-di-rumah-sakit.
diakses tanggal 10 Maret 2015.
3. Hasbi
Sayuti. Management Rekam Medis Elektronik, Tugas Makalah Magister, Universitas
Udayana. 2009.
4. Gemala,
Hatta. Rancangan Rekam Kesehatan Elektronik, Jakarta, Sub. Dit. Keterapian
Fisik Direktorat Keperawatan dan Keteknisan Medik Direktur Jenderal Pelayanan
Medik Departemen Kesehatan RI.
5. http://fh.unram.ac.id/wp-content/uploads/2014/05/PELAKSANAAN-REKAM-MEDIS-ELEKTRONIK-BERDASARKAN-PERMENKES.pdf
di akses tanggal 15 Maret 2015.
6. Yusuf,
Ahmad. Pelaksanaan Rekam Medis Elektronik berdasarkan Permenkes No.
269/Menkes/Per/III Tahun 2008 di RSUD Praya. Fakultas Hukum Universitas
Mataram. 2013.
7. Indonesia,
UU No. 29 Tahun 2004 - Praktik Kedokteran, Pasal 46-47.
8. Krummen,
M.S. The Impact of the Electronic Medical Record on Patient Safety and Care. Kentukcy: College of Health Professions Highland
Heights. 2010.
9. http://Hukum-Kesehatan.web.id diakses tanggal 10
Maret 2015.
10. Indonesia,
Undang-Undang Tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik. UU. No. 11 Tahun 2008.
0 comments:
Post a Comment